Gambar 1 :
Observasi calon siswa
A
|
da yang menyentuh
perasaan di Penerimaan Siswa Baru (PSB) hari ini. Ketika mengobservasi salah
satu calon siswa (salah satu tahapan dalam
PSB) di Fajar Hidayah, calon siswa menuliskan harapannya di pertanyaan "
Sekolah yang bagaimana yang anda harapkan ?". Calon siswa menjawab "
Sekolah yang guru-gurunya penyayang, tidak memaksa bila muridnya tidak mampu
menjawab."
Sejenak
saya merenung, cukup singkat namun begitu mendalam. Di Fajar Hidayah
memang seluruh calon siswa harus
melewati tahapan observasi dan tes
kesehatan. Observasi bukanlah sekedar tes akademis, namun lebih bertujuan
kepada pengenalan profil calon siswa serta pemetaan bakat dan potensi yang
dimiliki calon siswa. Melalui observasi didapatkan informasi awal tentang
hobby, cita-cita, pelajaran yang diminati, pola makan, hubungan dengan keluarga
dan pertanyaan lainnya yang orientasinya adalah pengenalan konsep diri. Kami
meyakini bahwa pengenalan konsep diri yang baik akan menjadi modal bagi siswa
untuk dapat lebih siap dalam menjalani proses pembelajaran.
Gambar 2 : Wawancara Orang Tua Murid
Kembali ke
harapan siswa tentang sekolah yang
diinginkn, sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Einstein “ Everyone I a genius, but if you judge a
fish on it’s ability to climb a tree it will live a whole life believing it I
stupid.” Bila diterjemahkan kurang lebih bermakna bahwa memaksa ikan untuk
Gambar 3 : Observasi calon siswa
dapat
memanjat pohon adalah hal yang sangat konyol. Sama halnya dengan siswa yang
memiliki bakat di bidang bahasa dipaksa untuk mahir matematika. Masing- masing
siswa punya potensi dan tugas kita sebagai guru agar mampu mengenali dan
mengoptimalkannya. Tidak semuanya harus
pandai matematika namun yang terpenting adalah semuanya bisa mengoptimalkan
bakat yang dimiliki.
Tidak ada
siswa yang bodoh, mereka hanya membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat memahami. Memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengeksplor lebih dalam adalah salah
satu solusinya. Kadang kala mereka
membutuhkan binaan face to face agar
dapat lebih fokus. Bisa juga dengan membentuk kelas remedial yang pesertanya
kita batasi. Namun di satu sisi kita juga harus dapat memfasilitasi potensi yang
mereka miliki.
Mungkin mereka memang tidak mahir di pelajaran
matematika, namun ketika menghasilkan
karya, mereka mampu memukau banyak orang, hasil karya mereka jauh melampaui siswa lainnya. Disinilah
kesempatan kita untuk mengembangkan potensi mereka. Misalnya dengan membentuk
klub seni atau klub lainnya sesuai dengan bakat yang mereka miliki. Pada saat life
skill kita asah kemampuan mereka dengan mendatangkan pelatih yang
profesional. Dan sabagai bentuk apresiasi, kita rayakan dengan menyelenggarakan event
seni di sekolah misalnya bertemakan " All
About Art". Mereka bisa memamerkan hasil karya mereka kepada
pengunjung. Pada tahap ini mereka akan percaya dan berbangga diri kepada bakat
yang mereka miliki. Disitulah esensi pendidikan muncul.
Ketika
mengajar terkadang kita terjebak denga target kurikulum yang harus dicapai. Sehingga
pemenuhan hak individual siswa terabaikan. Di saat inilah jiwa pendidik sejati
terpanggil, sebagai pengayom dan tempat curahan hati para siswa hingga mampu
membangkitkan kembali motivasi belajar siswa.
"Aku ingin diajari oleh guru yang
penyayang..yang tidak memaksa bila aku tidak mampu.." semoga kita
salah satu sosok guru yang didamba siswa kita.****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar